Gaya Hidup Bersih Dapat Mengurangi Gunung Sampah

Gaya Hidup Bersih Dapat Mengurangi Gunung Sampah
Kesulitan yang dihadapi Jakarta bukan hanya sekedar menangani tumpukan sampah di TPST Bantargebang. Pemborosan ditangani dengan gaya hidup bebas sampah, penataan sampah, dan perpaduan inovasi penumpukan yang tidak signifikan.

Pemborosan yang tercipta dari berbagai kegiatan di Jakarta tidak akan selesai hanya dengan cara mengatasinya hingga tuntas. Selama ini cara hidup tanpa limbah telah dimajukan. Dalam pengelolaan, sampah terakhir, inovasi yang tepat ,atau penumpukan yang. dapat diabaikan, digunakan.

Pendampingan, Alam DKI Jakarta terus menambah, jumlah sampah ,sehari-hari berdasarkan. data yang diperoleh, dari Tempat Penanganan, Sampah Terkoordinasi (TPST), Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Rata-rata jumlah sampah yang datang adalah 7.228, ton per hari pada tahun. 2021 atau, meningkat, sebesar, 27% dari rata-rata. sampah, yang datang, pada tahun, 2015. sebesar, 5.655 ton per hari.

Salah satu upaya, untuk mengatasi, peningkatan pemborosan, ini adalah dengan melakukan. kantor penambangan, TPA dan mengolah limbah, menjadi bahan bakar pilihan, atau bahan bakar yang. ditentukan ditolak, (RDF) di Bantargebang. Pabrik RDF dipandang lebih masuk akal dibandingkan pengelolaan sampah setengah jalan (ITF).

Ketua Pusat Kajian Ketahanan Energi, Ali Ahmudi, mengatakan sampah metropolitan terdiri dari sampah keluarga, sampah yang timbul karena kegiatan bisnis (industri perjalanan, tempat kerja dan bisnis), sampah modern (squander), dan sampah biomedis. Ada juga limbah, dengan bahaya yang, luar biasa, misalnya radioaktif, bahan peledak, dan, gadget.

Dalam pengelolaan, sampah menjadi, energi, pemborosan dirancang. untuk dikelola sesuai, jenisnya dengan, memanfaatkan inovasi, yang tepat untuk membatasi. penumpukan. Tujuan pastinya, adalah menjadi sumber energi, yang tidak berbahaya, bagi ekosistem, masuk akal, diakui, oleh masyarakat pada, umumnya, dan terbuka, secara luas.

Tapi kita memilah sampah dan mengawasi sesuai jenisnya,” kata Ali, Rabu (5/7/2023), di Jakarta, dalam perbincangan soal sampah. pelaksana sesuai Pedoman Resmi Nomor 35 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kecepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Mengingat Inovasi Tidak Berbahaya bagi Ekosistem.

Ali mengatakan, pendekatan penanganan sampah berbeda-beda. Cara paling konvensional adalah membuang, mengonsumsi, atau menumpuk sampah di tempat yang terbuka. Dampaknya adalah penumpukan cairan dan asap yang mencemari iklim. Juga baunya yang menusuk hidung.

Penanganan konvensional ini mulai beralih ke inovasi, seperti RDF di Jakarta. Pabrik pembuatan RDF memproses 2.000 ton limbah setiap hari. Sebanyak 1.000 ton sampah tersebut berasal dari timbunan sampah tua berusia di atas enam tahun yang diperoleh melalui strategi penambangan TPA. Sampah-sampah tua ini berasal dari kawasan dorman Bantargebang.

“Volume sampah di Jakarta bergelombang. RDF belum mengatasi masalah ini karena tidak seperti tumpukan sampah lama. Kita ingin inovasi yang bisa memusnahkan sampah-sampah lama agar tidak terus menumpuk dan kemudian terurai,” kata Ali.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didorong untuk terus memanfaatkan ITF sebagai perpaduan inovasi penanganan sampah. Berdasarkan informasi dari Bantuan Ekologi DKI Jakarta, ITF yang diturunkan mampu mengolah 1.500 ton menjadi 2.200 ton setiap harinya.

Hal serupa juga disampaikan oleh spesialis rawatan Sigmaphi Indonesia, Gusti Raganata. Badan riset pendekatan publik dan pemeriksa informasi menilai Jakarta sudah selangkah lebih maju dalam penanganan sampah. Namun, sebagian besar atau 90,8 persen sampah masuk ke TPST Bantargebang dan sisanya diawasi secara bebas atau tidak ditangani.

Menindaklanjuti
Berdasarkan temuan, di lapangan, para pengelola, sampah di Jakarta. masih belum mampu, mengatasi permasalahan, penumpukan sampah, karena jumlah penduduk. dan tingkat penggunaan, yang maksimal. Hal ini, diikuti oleh sistem, transportasi dan, penanganan yang belum, ideal.

Gusti mengatakan permasalahan lainnya antara lain kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengawasan sampah dari rumah dan rumah serta peraturan terbatas yang diminta oleh pemerintah.

Hingga 97 persen sampah dapat hangus dan penumpukannya dapat diabaikan,” kata Gusti.

Insinerator diperlukan mengingat sampah alam mendominasi jumlah sampah di Jakarta, yakni sebesar 53,75 persen. Sampah kertas merupakan sampah anorganik yang paling banyak jumlahnya, yakni mencapai 14,02 persen.

Pengawas Focal Point Pemeriksaan Keuangan dan Regulasi Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, pedoman penanganan sampah saat ini sudah ada. Persoalannya hanyalah pelaksanaan di lapangan, mulai dari gaya hidup tanpa sampah, pengelolaan sampah dari lingkungan hingga lokasi pembuangan yang pasti, serta penggunaan teknologi yang tepat dan penumpukan yang minimal.

“Pengaturannya menyeluruh. Kita hitung efektivitasnya. Tiap inovasi ada kelebihan dan kekurangannya, tapi pilih mana yang lebih menarik,” kata Bhima.