Sepak Bola Putri Yang Semakin Tak Menentu
Di tengah semaraknya sepak bola Indonesia menyusul penampilan timnas untuk Piala Asia 2023 dan semaraknya Piala Dunia U-17, nasib basi sepak bola putri kini bisa diminimalisir. Alasannya adalah kurangnya kontes ahli biasa.
Padahal, sepak bola putri Tanah Air sudah melewati penundaan cukup lama untuk tampil di level Asia di Piala Asia 2022. Meskipun demikian, organisasi tersebut belum menunjukkan jaminan yang tulus untuk menjalankan oposisi. Partisipasi asosiasi menjadi tolok ukur kemajuan pengajaran sepak bola. Tanpa itu, kabut terus membayangi langit sepak bola putri.
Kabut ketidakpastian dalam sepak bola putri pun terpancar di diri salah satu tulang punggung tim publik putri Tanah Air, Hanipa Halimatusyadiah Suandi. Usai para pengurus Persis Solo Ladies memilih membubarkan grup, awal Oktober 2023, Hanipa terpuruk. Ia menangis di ruang karam Persis, di kereta yang membawanya dari Surakarta ke Jakarta, dan di rumahnya di Sukabumi, Jawa Barat. Ia sebenarnya belum bisa menerima sepenuhnya bahwa ia harus pergi ke arah yang berbeda dari klub tempatnya bermain selama lebih dari setahun sejak Mei 2022.
Saya bersedia dikurangi ganti ruginya, asalkan kelompok ini tidak bubar,” kata Hanipa, menjelang akhir Oktober lalu.
Meski begitu, pilihan Persis sudah final sehingga upaya Hanipa menjaga tim tidak membuahkan hasil. Hanipa harus mengakui pilihan itu. Ia tahu, Persis telah banyak berinvestasi di tim dengan skuad “mewah” yang terdiri dari anggota koperasi publik perempuan untuk bisa menjajaki oposisi.
Tepatnya, menurut Hanipa, membingkai kelompok perempuan ahli. Kesepakatan yang masuk akal, program persiapan yang terukur, dan landasan persiapan yang memadai menjawab pertanyaan mantan pemain Tira Persikabo Kartini di Piala Wanita 1 2019 saat pertama kali dilamar bergabung dengan Persis.
Kesungguhan ini memantik harapan Hanipa agar Asosiasi 1 kembali digelar setelah terakhir dimulai pada tahun 2019. Namun, setelah kurang lebih 1,5 tahun persiapan, asosiasi tersebut tidak akan pernah dimulai. Tepatnya, orang-orang yang berlatih untuk bersiap menghadapi persaingan mahir, akhirnya hanya mengikuti kontes pemula dan semi pemula. Hanya dalam satu usia, grup ini berhasil menjuarai Mug Pertiwi Focal Java 2022 dan Piala Ratanika II 2023.
Tia Darti, pemain yang mengantarkan Persib Putri menjuarai Persatuan Wanita 1 2019, pun mengharapkan hal serupa. Tia yang bekerja di sebuah bank setelah Persib Putri bubar, sempat berpikir sejenak untuk memilih meninggalkan tempat kerjanya demi bergabung dengan “Srikandi Sambernyawa” dengan kontrak dua tahun hingga 2024. Meski begitu, ekspektasinya kandas. .
Apa yang dirasakan Tia wajar saja mengingat disintegrasi Persis Ladies pun seakan memupus harapan akan karir sebagai pesepakbola profesional. Perkembangan karir para pemain semakin dipertanyakan karena tidak ada klub yang mewajibkan mereka dan tidak ada persaingan.
Tia dan Hanipa beruntung karena “diselamatkan” Hoki99 grup Jabar untuk PON Kapabilitas Aceh-Sumut 2024, Oktober lalu. Setelah Liga 1 2019 selesai dan banyak klub yang bubar, Tia dan Hanipa pun ikut bergabung di tim Jabar untuk PON Papua 2021. Meski begitu, tidak semua pemain pada dasarnya seberuntung Tia dan Hanipa karena tidak semua daerah tergabung. kru sepak bola wanita. Ada beberapa teman Tia dan Hanipa yang akhirnya menganggur atau memutuskan tidak lagi bermain sepak bola.
Padahal, ada titik terang bagi kemajuan sepak bola putri ketika PSSI mendukung tim putra yang tergabung dalam Asosiasi 1 untuk memiliki Pedoman Perizinan Klub AFC. Izin didapat jika memenuhi model yang ditetapkan AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia). Salah satu syarat untuk mendapatkan izin adalah dengan adanya kelompok perempuan yang merupakan unsur halal.
Persis, klub yang baru bangkit di tahun 2021, memenuhi kebutuhan tersebut dengan membentuk Persis Ladies. Pejabat Media Persis, Bryan Barcelona, mengatakan, Persis juga punya tujuan sementara, yakni mengikuti kompetisi profesional yang digelar PSSI. Oleh karena itu, model pengajaran direncanakan sebagai kelompok ahli.
Karena tak kunjung muncul “hilal” oposisi, Persis mulai mencermati realitas organisasi dalam membangun industri sepak bola putri. Persis akhirnya memutuskan membubarkan grup tersebut untuk mengaudit model latihannya. Bryan menggarisbawahi, sebelum bubar, Persis sudah menjamin komitmennya terhadap pemain belum terpenuhi sesuai kesepakatan. Saat ini, klub berharap kompetisi akan segera dimulai.
“Dengan adanya rivalitas, kita bisa melihat bahwa fantasi bermain sepak bola bukan hanya dimiliki oleh pemain sepak bola laki-laki. Fantasi ini juga bisa terjadi pada teman perempuan yang juga tertarik dengan sepak bola,” kata Bryan.
Senada dengan Bryan, Ketua Delegasi PT Persib Bandung bersama Bangsawan Teddy Tjahjono pun mengatakan, kegagalan kompetisi akan menyulitkan latihan. Persib dan Persib Ladies’ Institute tidak bisa bersikap hati-hati dalam menghadapi kemampuan pesepakbola wanita yang menurut Teddy sangat melimpah.