Pameran Lukitan Yang membuat Panas Kolektor Muda

Pameran Lukitan Yang membuat Panas Kolektor Muda
Seorang petugas kolektor, Prasodjo Winarko (55), menunjukkan sebagian dari perpaduannya dan menyambut aksesorisnya untuk melihat nilai di dalamnya. Di tengah pasar karya seni yang lesu dan memikat serta menjelang festival Workmanship Jakarta 2023, cara Prasodjo menghadapi dunia akting adalah dengan “menghangatkan” pencari seni lukis lainnya, khususnya pakar materi pelajaran yang bersemangat, untuk sekali lagi memberdayakan pasar seni persuasi kita.

Sebelum para pengunjung muncul, Prasodjo menyambut sejumlah kolumnis. Ia menyambut baik acara media sosial untuk melihat nilai dari 64 karya seni dan beberapa model dari 38 pakar terlatih Indonesia.

Dalam perjalanannya selama 30 tahun atau mulai sekitar tahun 1993, Prasodjo telah berhasil mengumpulkan sekitar 900 karya seni yang menarik. Mayoritas dari hal ini merupakan indikasi kreatif, terlepas dari model dan gambar khusus pada instrumen seperti gitar, saksofon, dan piano yang sudah ketinggalan zaman. Sungguh, Prasodjo juga seorang pecinta musik. Sejak tahun 2005, ia mendirikan Jakarta Drum School (JDS) dengan drummer Harry Murti dan Taufan.

Dari karya kaku yang dikumpulkannya hingga saat ini, terdapat karya sekitar 200 ahli materi pelajaran Indonesia. Mulai dari karya master paling senior, Affandi, yang lahir pada tahun 1907, hingga karya ahli berbakat paling berapi-api, Naufal Abshar, yang lahir pada tahun 1993.

“Magnum opus karya Affandi ini mungkin tidak lebih tinggi dari lukisan dirinya yang sedang memegang cangklong. Lukisan ini lama kelamaan menjadi dasar karena menunjukkan kemajuan rentang waktu dari lukisan pragmatis ke sintesis ekspresionis,” kata Prasodjo, Selasa (14/1). 11/2023), di Graha Alliance Sampoerna, Jakarta.

Meski begitu, menurut Prasodjo, desain tersebut bukanlah hasil karya para ahli di bidangnya, namun sudah siap untuk memasukkan ke dalam setting pasti karya Indonesia. Dia menerima bahwa suatu hari nanti dia bisa memamerkan koleksinya.

Lukisan Affandi yang disindir diberi nama “Tongkang di Aliran Sungai” (1958). Pada tahun 1951, Affandi mengunjungi India ketika asosiasi negara tersebut memberikan penghargaan. Affandi disusul dengan mengunjungi presentasi di wilayah metropolitan besar di India dan melanjutkan kunjungannya ke Eropa. Pada tahun 1954, Affandi mengikuti Bienale di Venesia, Italia.

Sisi yang berbeda
Prasodjo menunjuk Empu Ageng Photography News-projecting Oscar Motuloh untuk menjadi gatekeeper pertunjukan untuk pesta terbatas. Oscar memberi judul “Pertunjukan Artikulasi Ekspresif: Sisi Berbeda”. Pertunjukan ini baru dibuka untuk penawaran dari para asisten Prasodjo pada hari Selasa dan setelah Pengerjaan Jakarta selesai pada hari Minggu (19/11/2023) untuk mendapatkan perhatian dari para pencari lokasi yang antusias.

“Kami mencoba menggambarkan perjalanan seorang pencari lokasi yang maknanya bercampur dengan kemajuan seni Indonesia dalam sebuah pertunjukan. Ini adalah kreasi penanda buku,” kata Oscar.

Dekat dengan Prasodjo, Oscar memilih 64 kelompok yang mengincar beberapa kali spesialis berbakat di Tanah Air. Ia memulai dari semua animasi waktu (1908) dengan spesialis antara lain Affandi, Antonio Maria Blanco, Lee Man Fong, Sindoedarsono Soedjojono, Soedarso, Arie Smit, Hendra Gunawan, Ahmad Sadali, dan Popo Iskandar.

Masa Tanggung Jawab Muda berlanjut (1928), diawasi oleh pakar-pakar terlatih Yet Mochtar, Srihadi Soedarsono, Edhi Sunarso, Tatang Ganar, Jeihan Sukmantoro, dan Nyoman Gunarsa. Kemudian pada masa Kemerdekaan (1945) terdapat tokoh Rahmat Riyadi, Teguh Ostenrik, Dolorosa Sinaga, Arifien Neif, Sutjipto Adi, Ivan Sagita, Agus Suwage, Heri Dono, Mangu Putra, dan Isa Perkasa.

Kemudian, dari masa Usia 66 (1967) dengan karya-karya para ahli antara lain Entang Wiharso, Paul Hendro, Pande Ketut Taman, Ugo Untoro, Suraji, Yudi Sulistyo, Nyoman Masriadi, Ay Tjoe Christine, Uji Handoko Eko Saputro, Julius Ariadhitya Pramuhendra, dan Oke Rey Montha. Karya buruh berbakat Naufal Abshar dianggap menyikapi Perubahan Zaman Zaman (1998).

Pertunjukan ini mengawali alur buku berjudul 2 Sisi: Prasodjo Winarko. Buku ini wajib sudah diapropriasi pada pertengahan Desember 2023, kata Oscar.

Penayangan dan pendistribusian buku Prasodjo dengan koleksi pilihan ini dimaksudkan sebagai sebuah diskusi dan upaya bersama antara rekan-rekan ahli kami, dalam hal ini para pencari lokasi dan para ahli sebagai pembuatnya. Ini adalah sisi berbeda dari ahli materi pelajaran dan ahli terlatih.

“Ini adalah arena pertunjukan artikulasi ekspresif kami sebagai bagian yang mengikuti kemajuan manusia, dengan mempertimbangkan kekuatan dan keragaman,” kata Oscar.

“Cuan” melihat
Akhir-akhir ini, Prasodjo banyak menghabiskan waktunya untuk para pencari lukisan yang umumnya masih muda atau masih pemula, mengingat mengoleksi sebuah karya harus menjadi sebuah usaha yang nilainya akan terus bertambah mulai saat ini. Prasodjo menolak pandangan seperti itu. Pengumpulan bahan-bahan atau karya seni yang menarik hendaknya dituangkan dalam bentuk apresiasi dan informasi terhadap karya tersebut.

“Dari energi treasury itu, para ahli mendapat ‘keuntungan’ dengan melihat-lihat koleksi yang mereka beli. Ini relatif sebuah usaha, kata Prasodjo.

Prasodjo biasanya akrab dengan acara sosial besar-besaran HM Sampoerna, salah satu afiliasi rokok mencolok yang tersebar pada tahun 1913 hingga akhirnya menjual kepemilikannya di tengah masa berkembangnya hubungan lain pada tahun 2005. Dimulai sekitar tahun 1992 dimulai sejak Belakangan, Prasodjo masih menyelesaikan hubungan di kawasan industri properti dan logam.

Prasodjo merupakan cucu dari Liem Seeng Tee (1893-1956), pelopor HM Sampoerna. Liem Seeng Tee memiliki lima anak muda diantaranya Adi Sampoerna (Lem Swie Hwa), Aga Sampoerna (Liem Swie Ling), Sinta Dewi Sampoerna (Liem Sien Nio), Liem Hwee Nio, dan Soenarni Sampoerna (Liem Kwang Nio). Prasodjo merupakan anak paling lincah dari ketiga bersaudara Soenarni Sampoerna.

Bermula dari situ, Prasodjo mulai rajin mengikuti presentasi dan latihan para ahli yang telah dipersiapkan. Ia bertemu master Gusti Agung Mangu Putra di Bali pada tahun 2002. Mangu juga dipastikan menjadi master amigo terdekat Prasodjo. Di ruang pertunjukan, Prasodjo menampilkan beberapa materi karya Mangu berjudul “Prasodjo in My Studio Denpasar” (2002), “Amankila” (2004), “Show anteroom Sampoerna” (2005). Mangu telah melukis penghenti pertunjukan pada gitar usang Prasodjo. Kreasi inovatif pada gitar diberi nama “Imaginative mind of Mountains and Openings” (2005).