Menikmati Kwetiau Dan Kopi Di Pontianak
Pengkang, makanan olahan yang terbuat dari nasi norak dan santan, mengandung ebi atau udang kering yang nikmat. Bagi yang belum pernah mencicipinya, pengkang itu seperti lemper atau lemang, sama-sama dibuat dari nasi yang lengket.
Di Kalimantan Barat ada tempat jualan Pengkang yang sangat terkenal yaitu Pondok Pengkang. Lokasinya berada di Kota Peniti, Kecamatan Jongkat, Kabupaten Mempawah, tak jauh dari Kota Pontianak, ibu kota Wilayah Kalimantan Barat.
Tenang saja, dari Kota Pontianak menuju Pondok Pengkang akan menyusuri jalan yang mulus dan bersih. Jalur ini merupakan jalur wisata utama sepanjang pantai menuju Kota Singkawang dan Rezim Sambas. Kawasan Pondok Pengkang berada tepat di pinggir jalan utama Kota Peniti.
Tempat ini selalu dipenuhi penggemar pengngkang. Dalam sehari mereka bisa menjual banyak pengkang. Pada saat-saat penting yang ketat, lebih dari 1.000 pin harness terjual. Sementara kebutuhan kepah untuk sambal semur kacang setiap harinya berkisar 300-400 kilogram.
Terlihat pada Selasa (12/12/2023) malam, asap mengepul dari dapur bungalo. Sepertinya pengkangnya sedang dipanaskan, baunya menyengat.
Nasi norak diblender dengan santan dan ebi di dalamnya, diapit daun pisang berbentuk segitiga yang kemudian diikat dengan bambu. Setiap gesper berisi dua batasan. Sejak saat itu, pengkang disajikan di atas meja siap disantap.
Makan Pengkang diawali dengan membuka tutup daun pisang, lalu ditaburi sambal kepah, cangkang kecil dan halus.
Satu sentuhan harness mungkin tidak cukup, lidah biasanya meminta lebih ketika satu harness dimakan. Alhasil, jepitan tersebut dijual dengan harga sedang, per potongnya harganya Rp 14.000. Sementara kuah semur kacang kepah dijual dengan harga Rp 35.000 per potong.
“Penjualan Pengkang sudah terjadi dari zaman ke zaman, dimulai sekitar tahun 1934. Namun Pondok Pengkang yang masih berlangsung baru dibangun pada tahun 1996,” kata Haerany (60), pemilik Pondok Pengkang era ketiga.
Menurut Haerany, wisatawan yang ke Pontianak umumnya datang ke bungalonya. Ada pula pelanggan yang pulang kerja dan mampir untuk makan. “Keistimewaan kami memanfaatkan potongan bambu yang diikat dengan tali dari daun bundung,” ujarnya.
Pengkang pun akhirnya menjadi penanda berkumpulnya berbagai komunitas. Dilihat dari buku Wanita Pedagang Pengkang dari Sabuk Tengah karya M Alie Humaedi (2019), pengkang adalah sejenis pertemuan antara masyarakat Melayu, Tionghoa, Dayak, Bugis, dan Madura.
Bahan baku nasi yang norak tidak bisa dipisahkan dari budaya Melayu dan Dayak. Barang yang ada di pengkang adalah udang ebi, kuliner khas masyarakat Tionghoa. Bundlingnya menggunakan daun tiga sisi hasil gilingan orang Madura. Desain barbeque yang menggunakan susunan jepitan dan tali pengikat merupakan hal yang lumrah bagi masyarakat Bugis dan Dayak.
“Kuah semurnya yang pedas, pedas, dan manis, Hoki99 serta wangi pengkang bakarnya juga memberikan cita rasa yang khas. Wajar jika saya yang menyukai makanan pedas, apalagi ebinya nikmat. “Setiap pulang dari Kota Singkawang, saya selalu mampir.” ,” kata Yuli Santi (39), warga Kalimantan Barat.
Saat pengkang disantap sekitar sore hari, pengalaman makan malam dimulai. Ada kwetiau daging Apollo di Kota Pontianak yang sudah ada sejak lama. Kwetiau Apollo berada di Jalan Patimura Kota Pontianak. Kwetiau ini mempunyai dua kawasan dalam satu jalur, terpisah beberapa meter, namun dalam satu kepemilikan yang sama.
Di Pontianak banyak sekali keputusan kwetiau. Meski begitu, kwetiau Apollo bisa dibilang paling populer di Kota Pontianak. Di tempat tersebut, para tamu dapat memilih menu kwetiau favoritnya, yaitu kwetiau panggang atau kwetiau buih. Kwetiau bakar yang menggugah selera dengan kesan hamburger yang baru dan lembut.
“Kwetiau Apollo menawarkan kaldu yang dimasak dari tulang daging selama 5-6 jam sehingga memberikan rasa yang nikmat dan harum. Kami memanfaatkan hamburger lingkungan sekitar,” kata Devy (36), salah satu pengawas kwetiau Apollo era ketiga.
Dalam sehari, kwetiau terjual lebih dari 50 piring. Pada saat-saat penting dan penting, jumlah penjualan meningkat 20-30 persen dengan hadirnya wisatawan asal Jakarta dan Malaysia. Lokasinya juga dekat dengan tempat jual oleh-oleh Kota Pontianak. Sepotong kwetiau Apollo dijual dengan harga Rp 35.000 hingga Rp 44.000.
Pelacak kuliner sudah muak dengan dua pilihan kuliner Pontianak, tapi buat apa repot-repot pergi ke Pontianak tanpa espresso. Pontianak bahkan mempunyai julukan “Kota 1.000 Kafe”.
Perairan Kapuas di Kota Pontianak dulunya merupakan jalur pelayaran yang sangat ramai. Di wilayahnya berkembang fokus keuangan, seperti sektor bisnis dan pelabuhan.
Salah satu bistro Asiang populer di Jalan Merapi Kota Pontianak. Asiang (68), pemilik kafe yang berdiri pada tahun 1958, meracik sendiri espresso yang diminta kliennya. Salah satu ciri khasnya adalah ia meracik espresso tanpa mengenakan pakaian.
Kecenderungan ini menarik pembeli untuk mengambil foto selfie. Asiang berkata, “Mempersiapkan espresso tanpa pakaian sudah menjadi sebuah penanda.”
Atau Anda juga bisa menikmati kopi di kedai Djaja yang telah berdiri sekitar tahun 1935 di Jalan Tanjungpura, yang pada masa haji disebut Voorstraat. Kafe ini konon merupakan bistro paling mapan di Kota Pontianak, di sekitar tepian Sungai Kapuas.