Korupsi Gila Gilaan Dari Pejabat Ukraina – Badan Keamanan Nasional Ukraina mengakui telah menangkap lima orang di Kyiv dan Lviv. Mereka terlibat korupsi pengadaan peluru mortar senilai 40 juta dollar AS. Korupsi terjadi saat prajurit di garis depan amat kekurangan peluru.
Dilaporkan Pravda dan The Kyiv Independent, Minggu (28/1/2024), para tersangka bekerja di Kementerian Pertahanan dan perusahaan swasta. Seluruh tersangka terancam penjara 12 tahun. Harta benda mereka, jika terbukti didapat dari hasil korupsi, akan disita.
Di Kemenhan, Badan Keamanan Nasional (SBU) Ukraina menangkap Oleksandr Liiev dan Toomas Nakhur. Liiev merupakan mantan Direktur Kebijakan Teknis, Peralatan, dan Persenjataan. Belakangan, Liiev digantikan Nakhur.
Sementara tiga orang swasta tidak diungkap identitasnya. Hanya disebutkan bahwa dua orang bekerja pada Lviv Arsenal. Perusahaan itu disebut perantara perdagangan senjata. Sementara satu orang lagi diidentifikasi sebagai perwakilan produsen senjata dari luar Ukraina.
Menurut SBU, salah satu dari lima tersangka itu mencoba kabur ke luar Ukraina. Upaya itu gagal dan pria itu ditangkap lalu ditahan.
Para tersangka dituding berkomplot menilap hingga 40 juta dollar AS dari pengadaan peluru mortar. Pada Agustus 2022, Ukraina mengumumkan pembelian 100.000 peluru mortar. Pada kurs Rp 15.000 per dollar AS, nilai korupsinya setara Rp 600 miliar.
Lviv Arsenal menjadi pemenang pengadaan peluru itu. Kemenhan dan Lviv Arsenal mengikat kontrak pada November 2022. Seluruh dana sudah dikirimkan Kemenhan ke rekening Lviv Arsenal. Ternyata tidak sebutir peluru pun dikirimkan sampai sekarang. Padahal, seharusnya seluruh peluru sudah diterima paling lambat Februari 2023.
Karena gagal mengirimkan peluru, Direktur Lviv Arsenal bibir69 Yurii Zbitniev ditangkap. Apalagi, berdasarkan penyidikan, sebagian dana dari Kemenhan telah dikirimkan ke rekening perusahan lain yang berada di kawasan Balkan.
Dalam kasus Zbitniev disebut, Lviv Arsenal juga mengaku ditipu mitranya di Balkan. Alasan itu tidak diterima majelis hakim. Zbitniev tetap diperintahkan mengembalikan seluruh dana pengadaan. Ia juga divonis beberapa tahun penjara.
Dalam beberapa bulan terakhir sudah berkali-kali SBU dan Biro Nasional Pemberantasan Korupsi (NABU) mengungkap korupsi sektor pertahanan. Korupsi pengadaan persenjataan terjadi di tengah perang.
Para komandan dan prajurit di garis depan berulang kali mengeluhkan kekurangan persenjataan. Akibatnya, mereka tidak bisa melancarkan serangan besar-besaran pada Rusia.
Bahkan, untuk sekadar membalas tembakan Rusia pun, nyaris tidak mampu. Ukraina rata-rata hanya membalas sekali untuk hingga 10 kali tembakan roket dan mortar Rusia di garis depan.
Di tengah perang menghadapi serangan Rusia yang terus berkecamuk, Wakil Menteri Infrastruktur Ukraina Vasyl Lozynskiy ditahan aparat karena diduga korupsi dalam pengadaan pembangkit listrik untuk warga Ukraina.
Badan antikorupsi Ukraina, NABU, menangkap dan menahan Wakil Menteri Infrastruktur Vasyl Lozynskiy. Ia dituding menerima suap 400.000 dollar AS dalam pengadaan pembangkit listrik. Korupsi itu diduga terjadi kala Ukraina harus membeli banyak pembangkit di tengah pemadaman massal gara-gara perang.
Dalam laporan pada Minggu (22/1/2023), dua media Ukraina, Kyiv Independent dan Pravda, menyebut Lozynskiy menerima suap sejak September 2022. Kala itu, Ukraina mulai harus memperbaiki infrastruktur kelistrikannya yang disasar rudal-rudal Rusia. Sampai sekarang pun, sebagian besar pembangkit dan jaringan distribusi listrik Ukraina masih rusak.
Kementerian Infrastruktur Ukraina mengumumkan, Lozynskiy telah diberhentikan. Kementerian mendukung penyelidikan NABU dan siap bekerja sama sepenuhnya untuk mengungkap kejahatan di tengah perang itu.
Perang Ukraina akan genap 11 bulan pada Selasa (24/1/2023). Sejumlah pihak pesimistis perang bisa berakhir tahun ini. Bahkan, Ukraina diragukan bisa merebut kembali wilayahnya yang diduduki Rusia. ”Saya tidak yakin kita bisa memenangi perang,” kata Aleksey Arestovich, mantan staf khusus Kantor Staf Kepresidenan Ukraina.
Ia mendadak mengundurkan diri, pekan lalu, karena menyebut rudal Ukraina menyebabkan ledakan pada rumah susun di Dnipro. Ledakan itu menewaskan sedikitnya 44 orang. ”Kita kehilangan banyak kesempatan, kehilangan waktu, sementara Rusia terus memobilisasi ulang,” kata Arestovich.
Kondisi tersebut terjadi karena Ukraina tidak kunjung mendapat persenjataan memadai dari negara-negara sekutunya. Di sisi lain, berbagai kebijakan dalam negeri juga tidak mendukung pasukan di garis depan.
Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat Jenderal Mark Milley juga ragu akan ada terobosan besar dalam perang Ukraina pada 2023. ”Saya tetap berpendapat, pada tahun ini amat sangat sulit mengusir pasukan Rusia dari wilayah Ukraina yang diduduki. Bukan berarti tidak bisa terjadi, hanya amat sangat sulit,” ujarnya.
Garis depan yang membentang 1.000 kilometer dari Kherson hingga Bakhmut disebutnya sebagai pertempuran yang amat sengit. ”Garis depannya statis, kecuali di Bakhmut dan Soledar yang amat panas,” kata Milley.
Kini, menurut Milley, banyak pasukan Rusia berada di wilayah yang didudukinya di Ukraina. Untuk sekadar mempertahankan garis depan pun, pasukan Ukraina kerepotan. Kyiv sepenuhnya bersandar pada pasokan senjata AS dan sekutunya.
Milley mengatakan, perang Ukraina tidak akan berakhir karena kemenangan secara militer oleh salah satu pihak. Seperti perang lain, perang Ukraina akan diselesaikan lewat perundingan. Karena itu, AS dan sekutunya berusaha memperkuat posisi Ukraina di meja perundingan.
Caranya, antara lain, dengan memasok persenjataan bernilai miliaran dollar AS ke Ukraina. Sayangnya, sebagian persenjataan yang diidamkan Ukraina tidak kunjung diberikan. Dalam pertemuan 50 negara pemasok persenjataan ke Ukraina pekan lalu di Jerman, tidak ada kesepakatan soal tank. AS dan Jerman menolak memberikan tank berat buatan mereka ke Ukraina.
Jerman membuka peluang mengirimkan tank Leopard buatannya. Jerman akan melakukan hal itu jika tank M1 Abrams buatan AS juga dikirimkan ke Ukraina. AS tegas menolak mengirimkan tank mereka dengan alasan bahwa pengoperasian dan perawatannya rumit serta mahal.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin membantah adanya kaitan antara penolakan AS mengirimkan Abrams dan ketidakmauan Jerman mengirimkan Leopard. Sementara Menhan Jerman Boris Pistorius menyebut, Leopard akan dikirimkan hanya dalam kerangka inisiatif bersama Jerman dan sekutunya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kecewa dengan hasil rapat di Jerman. Para bawahannya di kantor Kepresidenan Ukraina juga mengecam penolakan Jerman dan AS soal pengiriman tank.
Menhan Ukraina Oleksii Reznikov menyebut, sejauh ini hanya ada kesepakatan bahwa tentara Ukraina akan berlatih menggunakan Leopard. Belum diketahui kapan dan di mana latihan akan dilakukan. ”Kami berharap setelah ini akan ada kemajuan lebih berarti. Kami berharap Jerman mengikuti proses ini sembari melakukan kajian internal,” ujarnya.
Adapun Menhan Polandia Mariusz Blaszczak menyebut, Ukraina akan bisa menerima tank dalam beberapa pekan mendatang. ”Seperti soal Patriot, pada akhirnya akan ada kesepakatan soal tank,” katanya.
Blaszczak merujuk pada persetujuan AS dan sekutunya memasok Ukraina dengan artileri pertahanan udara (arhanud), termasuk Patriot. Sampai November 2022, Washington dan sekutunya terus menunda memberikan aneka arhanud berjangkauan jauh. Setelah dua rudal Ukraina tersasar, lalu meledak di Polandia, AS dan sekutunya membuat keputusan berbeda.
Pekan lalu, Polandia mengumumkan akan memberikan hingga 14 dari setidaknya 240 Leopard miliknya ke Ukraina. Sementara selepas pertemuan di Jerman, Polandia mengumumkan akan melakukan terobosan agar bisa mengirimkan Leopard ke Ukraina. Tanpa menjelaskan apa terobosannya, Warsawa menyatakan siap membuat negara lain merasa diabaikan karena terobosan Polandia itu.
Warsawa juga mengakui belum mengajukan izin ke Jerman soal hibah Leopard ke Ukraina. Dalam syarat pembelian, Jerman mewajibkan operator Leopard mendapat izin Berlin jika mau memberikan tank itu ke negara lain.
Badan antikorupsi Ukraina, NABU, menangkap dan menahan Wakil Menteri Infrastruktur Vasyl Lozynskiy. Ia dituding menerima suap 400.000 dollar AS dalam pengadaan pembangkit listrik. Korupsi itu diduga terjadi kala Ukraina harus membeli banyak pembangkit di tengah pemadaman massal gara-gara perang.
Dalam laporan pada Minggu (22/1/2023), dua media Ukraina, Kyiv Independent dan Pravda, menyebut Lozynskiy menerima suap sejak September 2022. Kala itu, Ukraina mulai harus memperbaiki infrastruktur kelistrikannya yang disasar rudal-rudal Rusia. Sampai sekarang pun, sebagian besar pembangkit dan jaringan distribusi listrik Ukraina masih rusak.
Kementerian Infrastruktur Ukraina mengumumkan, Lozynskiy telah diberhentikan. Kementerian mendukung penyelidikan NABU dan siap bekerja sama sepenuhnya untuk mengungkap kejahatan di tengah perang itu.