Perjalanan Jurnalistik ke Lebanon

Perjalanan Jurnalistik ke Lebanon

Perjalanan Jurnalistik ke Lebanon – Terry Anderson, wartawan kantor informasi Associated Press yang sempat disandera golongan Hezbollah di Lebanon sepanjang nyaris 7 tahun, tewas bumi pada umur 76 tahun, Pekan( 21 atau 4 atau 2024). Putrinya, Sulome Anderson, berkata, si papa tewas bumi sebab komplikasi pembedahan jantung yang baru- baru ini dilewatinya.

Delegasi Kepala negara Tua serta Pengedit Administrator AP Julie Pace berkata, sepanjang bertugas di kantor informasi itu, Terry Anderson mempunyai komitmen kokoh buat memperkenalkan informasi langsung dari alun- alun. Ia pula membuktikan kegagahan dan niat yang besar dalam kerja- kerja jurnalistiknya.

“ Kita amat menghormati dedikasi yang ia serta keluarganya jalani,” tutur Pace.

Si gadis, Sulome Anderson, berkata, bapaknya tidak sempat senang bila banyak orang menganggapnya selaku bahadur. Terry Anderson jadi jaminan Hezbollah pada 1985- 1992.” Ia tidak sempat senang diucap bahadur,” tutur Sulome Anderson.

Pertemuan Sulome Anderson dengan si papa terjalin seminggu kemudian saat sebelum Terry Anderson tewas. Si gadis, yang pula menjajaki jejaknya selaku wartawan, luang menanya hal keadaan yang sedang mau digarap bapaknya ataupun kemauan pribadinya. Si papa menanggapi, dirinya tidak membutuhkan apa- apa.

” Ia mengatakan,’ Aku sudah hidup sedemikian itu lama serta sudah melaksanakan sedemikian itu banyak perihal. Aku puas’,” tutur Sulome Anderson, mengikuti percakapan si papa.

Bumi jurnalistik bawa Terry Anderson melanglang buana ke bermacam area di bumi. Pria kelahiran 27 Oktober 1947 di kota kecil Vermilion di Ohio, AS, itu luang memilah tentara selaku jalur hidupnya. Beliau turut jadi saksi hidup bentrokan yang memusnahkan.

Ia bekerja pada Perang Vietnam. Jenjang terakhirnya merupakan sersan karyawan.

Seusai bekerja di Vietnam, ia mencatat ke Iowa State University serta mencapai titel dobel di bidang jurnalistik serta ilmu politik. AP jadi tempat pertamanya serta terakhir buat menggeluti bumi jurnalistik.

Area kewajiban pertamanya merupakan Kentucky saat sebelum dipindahkan ke Detroit sampai New York. Setelah itu, ia ditugaskan di Jepang serta Afrika Selatan saat sebelum berlabuh di Lebanon tahun 1982, berbarengan dengan serbuan Israel ke negeri itu. Lebanon menarik perhatiannya.

” Sesungguhnya,( berita di Lebanon) itu profesi sangat menarik yang sempat aku lakukan dalam hidup aku,” tuturnya pada Virginia Review of Orange County, surat kabar lokal di Ohio, dalam suatu tanya jawab tahun 2018.

Dikala Anderson ditempatkan di Lebanon, tugasnya merupakan bibir69 rute batasan area negeri. Fokusnya, tidak hanya Lebanon serta Israel, merupakan Iran yang diprediksi jadi tulang punggung daya Hezbollah serta beberapa negeri di area yang mempunyai kedekatan dengan Lebanon.

Sepanjang sebagian tahun bekerja di negara- negara itu, Anderson menulis informasi mengenai melonjaknya kekerasan di Lebanon. Kala itu, Lebanon bertarung dengan Israel. Iran terletak di balik daya Hezbollah. Golongan ini pula berusaha menggoyang rezim Lebanon yang berdaulat dikala itu.

Peristiwa pada 16 Maret 1985 tidak hendak sempat dilupakannya. Pada hari liburnya itu, Anderson melapangkan main tenis dengan mantan juru foto AP, Don Mell, yang kala itu pula bekerja di Lebanon.

Hari itu jadi hari naas menurutnya. Beberapa orang bersenjata menculiknya sedetik sehabis beliau membawakan Mell kembali ke tempat tinggalnya. Para penculik bersenjata mengancamnya serta menarik Anderson pergi dari alat transportasi yang dinaikinya.

Golongan pro- Iran, Jihad Islam, mengklaim bertanggung jawab atas penculikan itu. Mereka berkata, penculikan itu” bagian dari pembedahan melawan Amerika”. Para penculik menuntut pembebasan para masyarakat Mukmin Syiah yang dipenjara di Kuwait terpaut permasalahan pengeboman Kedutaan AS serta Perancis di Kuwait.

Anderson, dalam tanya jawab dengan The Review, mengatakan kalau dirinya jadi target penculikan sebab ia merupakan salah satu orang asing yang senantiasa bermukim di Lebanon di tengah” temperatur politik” yang besar dikala itu. Profesinya selaku wartawan, yang kerap kali mengakibatkan pertanyaan- pertanyaan sensitif pada banyak pihak, tercantum Hezbollah, bisa jadi memunculkan kebimbangan dari golongan itu.

” Sebab dalam sebutan mereka, orang yang mengajukan persoalan di tempat yang aneh serta beresiko tentulah agen rahasia,” tutur Anderson.

Sehabis itu, nyaris 7 tahun lamanya ia jadi korban keganasan para penculiknya. Dipukuli, dirantai ke bilik, diancam hendak dibunuh dengan senjata api yang ditempelkan ke dahinya merupakan santapan tiap hari. Ia pula kerap dikirim ke sel pengasingan buat waktu durasi yang jauh.

Anderson merupakan jaminan masyarakat Barat yang sangat lama diculik oleh Hezbollah. Saking lamanya disandera, beliau tidak mengenali berita kalau si papa serta kerabat laki- lakinya tewas sebab kanker.

Apalagi, Anderson melupakan kelahiran gadis sulungnya, Sulome. Anderson terkini dapat berjumpa dengannya sehabis putrinya berumur 6 tahun.

Terry Waite, mantan barid Uskup Agung Canterbury, yang tiba buat berupaya membincangkan pembebasan Anderson, pula jadi korban penculikan.

Sepanjang diculik, Anderson tidak bungkam. Ia kerap kali menuntut santapan serta situasi yang lebih bagus pada para penculiknya. Ia pula berdebat pertanyaan politik sampai agama dengan mereka. Apalagi, ia mengajari beberapa jaminan lain bahasa pertanda buat merahasiakan catatan dari para penculiknya.

Walaupun menemukan perlakuan yang kurang baik, Anderson menjaga kesehatan pikirannya serta melindungi hasrat humornya.

” Apa yang membuatku bertahan?” begitu persoalan itu diajukan pada Anderson tidak lama sehabis pembebasannya.

” Teman- temanku. Saya asian mempunyai banyak orang yang bersamaku nyaris selama durasi. Keyakinanku, keras kepala. Kalian melaksanakan apa yang wajib kalian jalani. Kamu bangun tiap hari, mengakulasi tenaga dari sesuatu tempat,” jawab Anderson.

Anderson pula berkata, keyakinannya kepada anutan agamanya membantunya membebaskan amarahnya. Serta suatu yang belum lama dibilang istrinya pula membantunya buat lalu maju:” Bila kalian menaruh dendam, kalian tidak hendak memperoleh keceriaan”.

Beberapa jaminan melukiskan Anderson selaku wujud yang kuat. Di narapidana, beliau berlatih bahasa Perancis serta Arab. Ia pula olahraga dengan cara tertib sepanjang disandera.

Tetapi, mereka pula menceritakan suasana intelektual Anderson. Ia dikenal sempat membenturkan kepalanya ke bilik sampai berdarah sebab frustrasi atas pemukulan, pengasingan, impian ilegal, serta perasaan diabaikan oleh bumi luar.

“ Terdapat batasan berapa lama kita dapat bertahan serta sebagian dari kita telah mendekati batasan itu dengan amat kurang baik,” tutur Anderson dalam rekaman film yang diluncurkan oleh para penculiknya pada bulan Desember 1987.

Marcel Fontaine, duta Perancis yang dibebaskan pada Mei 1988 sehabis 3 tahun disandera, mengenang dikala sahabat satu selnya itu beranggapan independensi telah dekat kala ia diizinkan memandang mentari serta makan hamburger. Pada April 1987, Anderson menemukan satu set busana yang terbuat oleh para penculiknya.

” Ia memanfaatkannya tiap hari,” tutur Fontaine. Tetapi, sehabis sepekan, para penculik mengutip balik busana itu. Suasana itu, tutur Fontaine, membuat Anderson putus asa percaya kalau dirinya sudah dibiarkan.

Anderson membenarkan, dirinya sempat sebagian kali berasumsi buat memberhentikan hidup, namun tidak sempat dikerjakannya. Berpedoman konsisten pada agama anutan agamanya membuat dirinya menjauhi aksi itu.

“ Aku tentu telah membaca Alkitab 50 kali dari dini hingga akhir,” tuturnya.” Itu ialah dorongan yang amat besar untuk aku.”