Amerika Dan Inggris Menyerang Kota Di Yaman – Militer Amerika Serikat dan Inggris, didukung beberapa negara (termasuk Bahrain), untuk pertama kalinya, Jumat (12/1/2023) dini hari waktu setempat, menggempur sejumlah lokasi kelompok Houthi di beberapa kota di Yaman. Gempuran itu dilancarkan dari jet-jet tempur, kapal perang, dan kapal selam, antara lain, dengan menembakkan rudal-rudal Tomahawk.
Beberapa pejabat AS mengungkapkan kepada kantor berita Associated Press (AP) bahwa gempuran itu merupakan balasan atas aksi-aksi Houthi menyerang kapal-kapal niaga di Laut Merah sejak perang Hamas-Israel meletus mulai 7 Oktober 2023. Houthi menyatakan, serangan mereka sebagai solidaritas atas warga Palestina di Gaza dan ditujukan pada kapal-kapal yang dinilai punya keterkaitan dengan Israel.
Washington menyebutkan, serangan pertama kali ini menyasar sejumlah pusat logistik, sistem-sistem pertahanan udara, dan gudang-gudang senjata milik Houthi. Pejabat Houthi, Abdul Qader al-Mortada, melalui media sosial X mengatakan, agresi Amerika-Zionis-Inggris menarget ibu kota Sana’a, wilayah kegubernuran Hodeida, kota Saada, dan kota Dhamar.
Presiden AS Joe Biden menyebutkan, dalam serangan tersebut AS dan Inggris mendapat dukungan dari Australia, Bahrain, Kanada, dan Belanda. ”Serangan ini merupakan balasan langsung atas serangan-serangan Houthi, yang sebelumnya tak pernah dilakukan, terhadap kapal-kapal maritim internasional di Laut Merah, termasuk menggunakan rudal balistik antikapal perang untuk pertama kali dalam sejarah,” kata Biden melalui pernyataan yang dirilis Gedung Putih.
Wartawan AP di Sana’a, ibu kota Yaman, melaporkan bahwa pada Jumat dini hari waktu setempat ia mendengar empat ledakan. Ia tidak melihat adanya pesawat-pesawat tempur saat ledakan itu terjadi.
Dua warga di Hodieda, Amin Ali Saleh dan Hani Ahmed, mengungkapkan juga mendengar lima ledakan kuat. Hodieda berlokasi di tepi Laut Merah. Di kota ini terdapat babe138 pelabuhan terbesar di Yaman yang dikuasai Houthi.
Televisi Al-Masirah milik Houthi melaporkan, sejumlah rudal menyasar pangkalan udara di dekat Sana’a, bandar-bandar udara di Taez, Hodeida, dan Abs, serta sebuah kamp militer di dekat Saada.
“Negara kami menjadi sasaran serangan agresif besar-besaran oleh kapal-kapal (perang), kapal selam, dan jet-jet tempur Amerika (Serikat) dan Inggris,” kata Hussein Al-Ezzi, Wakil Menteri Luar Negeri kelompok Houthi, kepada media kelompok tersebut.
“Amerika (Serikat) dan Inggris harus siap-siap menanggung balasan besar dan memikul konsekuensi dari agresi terang-terangan ini,” lanjut Ezzi.
Gempuran ini merupakan serangan militer pertama AS dan negara-negara mitra koalisinya terhadap Houthi sebagai balasan atas aksi kelompok itu menyerang kapal-kapal niaga dengan pesawat nirawak dan misil. Serangan itu dilancarkan sepekan setelah Gedung Putih dan negara-negara mitra koalisinya mengeluarkan peringatan terakhir kepada Houthi agar menghentikan aksi-aksi mereka.
Peringatan tersebut ditanggapi dingin oleh Houthi. Pada Selasa (9/1/2024), kelompok dukungan Iran itu bahkan melancarkan serangan terbesar dengan menggelontorkan tembakan misil dan drone ke arah kapal-kapal niaga di Laut Merah. Kapal-kapal AS dan Inggris serta jet-jet tempur AS bekerja keras membendung dan menembak jatuh 18 drone, dua rudal jelajah, dan rudal antikapal.
Pada Kamis (11/1/2024), Houthi kembali menembakkan rudal antikapal ke Teluk Aden. Tembakan ini tidak mengenai kapal niaga, tetapi dapat dilihat dari kapal tersebut. Sejak 19 November 2023, Houthi telah melancarkan 27 kali serangan di Laut Merah.
Houthi menegaskan, serangan oleh AS di Yaman akan dibalas dengan aksi militer yang keras. ”Balasan terhadap serangan Amerika Serikat tidak hanya pada level operasi yang baru-baru ini dilancarkan dengan lebih dari 24 drone dan sejumlah misil,” kata Abdel Malek al-Houthi, pemimpin tertinggi Houthi. ”(Balasan) akan lebih besar daripada itu.”
Menurut Houthi, aksi-aksi mereka ditujukan untuk menghentikan serangan Israel di Jalur Gaza. Namun, belakangan target serangan mereka meluas pada kapal-kapal yang tak banyak atau tidak memiliki kaitan dengan Israel. Serangan ini mendisrupsi jalur penting perdagangan laut penghubung Asia dan Timur Tengah dengan Eropa.
Pada Rabu (10/1/2024), Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi berisi perintah kepada Houthi untuk segera menghentikan serangan di Laut Merah dan secara implisit mengecam Iran sebagai pemasok senjata kepada Houthi. Resolusi diadopsi dengan pemungutan suara dengan hasil 11 negara menyetujui, empat negara—Rusia, China, Aljazair, dan Mozambik—abstain.
Keterlibatan Inggris dan beberapa negara lainnya mengonfirmasi upaya Washington untuk melibatkan koalisi internasional dalam memerangi kelompok Houthi. Lebih dari 20 negara dilaporkan sudah bergabung dengan koalisi tersebut.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadwalkan pemungutan suara untuk resolusi terkait gejolak keamanan di Laut Merah. Resolusi itu mengecam dan menuntut penghentian serangan Houthi terhadap kapal-kapal dagang dan komersial di Laut Merah pada Rabu (10/1/2024).
Tepat sebelum pemungutan suara, Houthi kembali melancarkan salah satu serangan terbesar di Laut Merah dengan meluncurkan setidaknya 21 pesawat nirawak dan rudal sekaligus.
Resolusi yang akan dibahas dalam sidang Dewan Keamanan PBB itu adalah hasil rancangan Amerika Serikat (AS). Resolusi tersebut mengatakan, sejak 19 November 2023 setidaknya sudah ada 24 serangan Houthi yang menghambat perdagangan global. Rangkaian serangan itu juga telah merusak hak serta kebebasan navigasi serta perdamaian dan keamanan regional.
Resolusi tersebut juga akan menuntut pembebasan kapal Galaxy Leader, kapal pertama yang diserang Houthi di Laut Merah. Kapal kargo yang dioperasikan Jepang dan memiliki hubungan dengan perusahaan Israel itu disita beserta seluruh awaknya.
Insiden terbaru pada Selasa malam waktu setempat, pasukan AS dan Inggris menembak jatuh 21 pesawat nirawak (drone) dan rudal yang ditembakkan oleh Houthi ke jalur perdagangan Laut Merah.
Komando Tengah AS mengatakan, tepatnya terdapat 18 pesawat nirawak, dua rudal jelajah antikapal, dan satu rudal balistik antikapal yang ditembak jatuh oleh pasukan AS dan Inggris. Tak ada korban cedera atau kerusakan. Serangan ini adalah serangan ke-26 Houthi di jalur pelayaran komersial di Laut Merah.
Kelompok Houthi, yang didukung Iran, mengatakan serangan ke kapal-kapal dagang itu bertujuan mengakhiri serangan udara dan darat Israel di Jalur Gaza.
Houthi terus meningkatkan serangan terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah. Akibatnya, berbagai perusahaan pelayaran menghentikan operasinya di jalur Laut Merah dan mengubah rute dengan mengelilingi Afrika yang lebih jauh dan lebih mahal.
Laut Merah menghubungkan Timur Tengah dan Asia ke Eropa melalui Terusan Suez dan Selat Bab el-Mandeb yang sempit. Hampir 10 persen dari seluruh perdagangan minyak dan sekitar 1 triliun dollar AS barang melewati selat ini setiap tahun.
Sebagai upaya pengamanan jalur dagang, pasukan AS telah membentuk koalisi maritim dengan sejumlah negara untuk berpatroli di Laut Merah guna mencoba mencegah serangan.
Pekan lalu, AS dan 12 negara lainnya menyerukan agar Houthi mengakhiri serangan. Pernyataan ini disertai peringatan bahwa serangan lebih lanjut akan dibalas dengan tindakan kolektif. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan timbul konflik lebih luas di laut.
”Houthi akan memikul tanggung jawab atas konsekuensinya jika mereka terus mengancam kehidupan, perekonomian global, dan arus bebas perdagangan di perairan penting di kawasan ini,” demikian petikan pernyataan tersebut.
Pada pertemuan terbuka Dewan Keamanan PBB pekan lalu, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia meminta para pemimpin Houthi menjalankan pernyataan 13 negara tersebut dan menghentikan serangan. Meski demikian, dia juga menekankan bahwa tindakan Houthi harus dilihat sebagai respons terhadap operasi brutal Israel di Gaza.
Menurut Nebenzia, skenario terbaik adalah DK PBB juga meningkatkan upaya mengakhiri konflik Hamas-Israel dan perang saudara Yaman. Adapun meningkatnya konflik bersenjata di Laut Merah adalah bencana baru.